Pahami seluk-beluk istinja, mulai dari hukum, syarat sah, rukun, hingga tata cara praktis istinja BAK & BAB bagi pria dan wanita. Lengkap dengan dalil dan kitab rujukan untuk kesucian sempurna.
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Islam begitu detail mengatur urusan buang air? Bukan sekadar kebersihan fisik, namun juga kunci menuju kesucian spiritual. Praktik istinja, atau bersuci setelah buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), adalah pondasi thaharah (kesucian) yang sering dianggap remeh, namun memiliki fondasi hukum dan syarat yang kuat dalam syariat. Mari selami pentingnya istinja dan bagaimana melaksanakannya dengan benar agar ibadah kita diterima di sisi Allah SWT.
Mengapa Istinja Begitu Penting dalam Islam?
Dalam Islam, kebersihan dan kesucian adalah bagian integral dari iman. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kebersihan itu sebagian dari iman.” Konsep ini mencakup kebersihan fisik, pakaian, tempat, dan juga hati. Istinja adalah salah satu bentuk kebersihan fisik yang paling mendasar, yakni membersihkan diri dari najis yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) setelah buang air.
Pentingnya istinja ditekankan karena:
1. Syarat Sah Shalat: Shalat tidak akan sah jika tubuh, pakaian, atau tempat shalat kita terkontaminasi najis yang tidak dimaafkan. Istinja memastikan tubuh bebas dari najis sisa buang air.
2. Kesehatan Fisik: Praktik kebersihan ini secara langsung mencegah berbagai penyakit dan infeksi yang disebabkan oleh sisa-sisa kotoran.
3. Ketenangan Spiritual: Merasa bersih secara fisik memberikan ketenangan batin dan meningkatkan kekhusyukan dalam beribadah.
4. Meneladani Rasulullah SAW: Nabi Muhammad SAW senantiasa menjaga kebersihan dan mengajarkan adab-adab buang air serta cara bersuci yang benar.
Dalil Kewajiban Istinja
Kewajiban istinja dapat dipahami dari berbagai hadits Nabi SAW yang menjelaskan tentang syarat-syarat shalat, di antaranya keharusan suci dari hadats dan najis. Allah SWT juga berfirman dalam Al-Baqarah ayat 222 yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” Ayat ini secara umum mendorong umat Muslim untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian.
Hukum dan Syarat Sah Istinja: Pahami Fondasinya
Memahami hukum istinja dan syarat sah istinja adalah kunci untuk memastikan praktik bersuci kita sah di mata syariat.
Hukum Istinja
Hukum istinja adalah wajib jika keluar sesuatu (najis) dari qubul (kemaluan) atau dubur (anus), seperti air kencing (BAK) atau kotoran (BAB). Ini adalah kewajiban pribadi (fardhu ‘ain) bagi setiap Muslim yang hendak melakukan ibadah yang mensyaratkan kesucian, seperti shalat atau tawaf.
Syarat Sah Istinja
Agar istinja dianggap sah dan dapat menghilangkan najis, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Menggunakan Alat Bersuci yang Suci: Alat yang digunakan harus suci, baik itu air mutlak (air yang suci dan menyucikan), batu, tisu, atau benda padat lainnya yang memenuhi kriteria.
2. Menghilangkan ‘Ainun Najisah: Istinja harus menghilangkan wujud najis, yaitu warna, bau, dan rasa (jika memungkinkan untuk diidentifikasi) dari tempat keluarnya.
3. Najis Belum Kering (Jika Dengan Benda Padat): Jika menggunakan benda padat (istijmar) tanpa air, najis harus masih basah dan belum kering. Jika sudah kering, wajib menggunakan air.
4. Najis Tidak Berpindah Tempat: Najis tidak boleh menyebar atau berpindah dari tempat keluarnya ke anggota tubuh lain di sekitarnya sebelum dibersihkan.
5. Tidak Bercampur dengan Najis Lain: Najis yang keluar tidak bercampur dengan najis lain yang bukan dari sumbernya.
6. Bukan Makanan atau Tulang: Benda padat yang digunakan tidak boleh berupa makanan (karena merupakan rezeki) atau tulang (karena makanan jin Muslim).
Rukun Istinja: Langkah-Langkah Pokok Bersuci
Pada dasarnya, rukun istinja adalah membersihkan tempat keluarnya najis (qubul dan dubur) hingga najis tersebut hilang wujud, bau, dan warnanya. Meskipun istilah “rukun” tidak selalu digunakan secara eksplisit dalam semua madzhab fiqh untuk istinja secara terpisah (karena istinja masuk dalam bab thaharah), intinya adalah memastikan tempat keluarnya kotoran benar-benar bersih dari najis dan sifat-sifatnya.
Secara lebih rinci, rukun ini dapat dipahami sebagai:
1. Membersihkan Kotoran: Melakukan tindakan fisik untuk menghilangkan kotoran yang menempel di sekitar qubul atau dubur.
2. Menghilangkan Bekas Najis: Memastikan tidak ada lagi sisa najis berupa warna, bau, atau rasa. Ini membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dan teliti.
Praktik Istinja yang Benar untuk Pria dan Wanita
Praktik istinja bagi perempuan dan laki-laki secara prinsip adalah sama, yakni menghilangkan najis hingga bersih. Namun, ada sedikit perbedaan terkait anatomi dan anjuran kebersihan.
Perbedaan dan Persamaan dalam Praktik Istinja
- Persamaan: Keduanya wajib membersihkan najis dari qubul dan dubur menggunakan air atau benda padat yang suci hingga bersih dari wujud, bau, dan warna.
- Perbedaan (Anjuran):
Untuk Pria: Setelah BAK, disunnahkan untuk melakukan istibra’* (mengeluarkan sisa-sisa urine hingga tuntas) dengan cara menekan ringan pangkal zakar atau berdehem. Ini untuk memastikan tidak ada tetesan urine yang keluar setelah istinja.
- Untuk Wanita: Penting untuk membersihkan dari arah depan ke belakang (dari kemaluan ke anus) untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke kemaluan yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
Tata Cara Istinja dengan Air
Ini adalah cara paling utama dan afdhal (lebih utama):
1. Siapkan Air: Pastikan air bersih dan mutlak (suci dan menyucikan).
2. Gunakan Tangan Kiri: Basuh area qubul dan dubur dengan tangan kiri. Disunnahkan membasuh telapak tangan kiri sebelum dan sesudah istinja.
3. Gosok Hingga Bersih: Siram area yang terkena najis dengan air, lalu gosok atau seka dengan lembut menggunakan jari-jari tangan kiri hingga najis hilang, dan tidak ada lagi bau, warna, atau wujudnya. Ulangi beberapa kali hingga yakin bersih.
4. Cuci Tangan: Setelah selesai, cuci tangan kiri dengan sabun atau tanah untuk menghilangkan bau dan kotoran.
Tata Cara Istinja dengan Benda Padat (Istijmar)
Jika air tidak tersedia, istijmar (menggunakan benda padat) diperbolehkan dengan syarat:
1. Pilih Benda Padat: Gunakan benda padat yang suci, kesat, dapat menghilangkan najis, dan bukan makanan atau tulang. Contoh: batu, tisu, daun kering, kain.
2. Minimal Tiga Kali Usapan: Usap area yang terkena najis minimal tiga kali usapan. Disunnahkan mengusap dengan jumlah ganjil (tiga, lima, tujuh, dst.) hingga bersih.
3. Pastikan Bersih: Pastikan najis benar-benar hilang dari wujudnya. Jika belum bersih setelah tiga kali, lanjutkan hingga bersih.
4. Utamakan Benda Padat Lalu Air (Gabungan): Cara terbaik adalah memulai dengan benda padat untuk menghilangkan kotoran kasar, kemudian dilanjutkan dengan air untuk membersihkan secara tuntas. Ini menggabungkan keunggulan keduanya.
[Baca juga: Panduan Lengkap Jenis Najis dan Tata Cara Mensucikannya] untuk pemahaman lebih dalam tentang berbagai jenis najis.
Kitab Rujukan Utama dalam Pembahasan Istinja
Pembahasan mengenai istinja tersebar dalam berbagai kitab fiqh dari berbagai madzhab. Beberapa kitab rujukan utama yang membahas secara detail hukum dan praktik istinja adalah:
1. Shahih Bukhari & Shahih Muslim: Kumpulan hadits-hadits sahih yang banyak memuat tentang adab buang air dan tata cara bersuci Nabi Muhammad SAW.
2. Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i: Salah satu kitab fiqh induk dalam madzhab Syafii yang membahas secara komprehensif berbagai bab fiqh, termasuk thaharah.
3. Al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Kitab fiqh madzhab Hanbali yang sangat rinci dan sering membandingkan pendapat antar madzhab.
4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd: Kitab fiqh perbandingan madzhab yang menjelaskan dalil-dalil dan perbedaan pendapat ulama.
5. Minhajut Thalibin karya Imam An-Nawawi: Ringkasan fiqh madzhab Syafii yang sangat populer dan sering menjadi rujukan.
6. Al-Hidayah karya Al-Marghinani: Kitab fiqh utama dalam madzhab Hanafi.
Para ulama dari empat madzhab fiqh besar (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali) semuanya memiliki pembahasan rinci mengenai istinja dalam karya-karya mereka, meskipun mungkin ada sedikit perbedaan dalam detail atau anjuran tertentu.
Kesalahan Umum dalam Istinja yang Perlu Dihindari
Beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan saat istinja adalah:
- Tidak Tuntas Membersihkan: Meninggalkan sisa najis karena terburu-buru atau kurang teliti.
- Menggunakan Tangan Kanan: Menggunakan tangan kanan untuk membersihkan najis adalah makruh karena tangan kanan digunakan untuk makan dan hal-hal baik.
- Tidak Mencuci Tangan Setelah Istinja: Membiarkan tangan tetap kotor setelah membersihkan najis.
- Menghadap atau Membelakangi Kiblat: Saat buang air di tempat terbuka, makruh hukumnya menghadap atau membelakangi kiblat.
- Berbicara atau Berzikir Saat Buang Air: Tidak disunnahkan berbicara atau berzikir kecuali dalam kondisi darurat.
Informasi lebih lanjut mengenai adab buang air dan thaharah dapat ditemukan di situs resmi Kementerian Agama RI.
Kesimpulan
Istinja bukanlah sekadar tindakan fisik, melainkan sebuah ibadah yang mencerminkan ketakwaan seorang Muslim terhadap perintah Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya. Dengan memahami hukum istinja, syarat sah istinja, rukun istinja, dan praktik istinja yang benar bagi perempuan dan laki-laki sesuai dengan ajaran dalam kitab rujukan fiqh, kita dapat memastikan kesucian diri sebelum menghadap Sang Pencipta.
Mari jadikan praktik istinja sebagai bagian tak terpisahkan dari ibadah harian kita. Dengan memahami dan melaksanakannya dengan benar, kita tidak hanya meraih kebersihan fisik, namun juga kesucian jiwa yang diridhai Allah SWT. Bagikan artikel ini agar lebih banyak muslim yang mendapatkan manfaatnya!